Hakikat iman kepada Allah adalah dasar yang kokoh dalam kehidupan setiap Muslim, yang menjadi pedoman utama dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan. Iman ini bukan hanya sekadar pengakuan verbal, melainkan sebuah keyakinan yang mendalam yang mengakar kuat dalam hati, mempengaruhi tindakan, keputusan, dan sikap seorang Muslim setiap hari. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan hakikat iman kepada Allah? Apakah cukup hanya dengan mengucapkannya di lisan, ataukah ada dimensi-dimensi lain yang harus kita pahami dan implementasikan dalam kehidupan kita?
Memahami hakikat iman kepada Allah adalah kunci untuk mencapai kedalaman spiritual dan keikhlasan dalam menjalani ajaran Islam. Iman bukanlah konsep yang statis, tetapi sebuah proses dinamis yang mencakup pengetahuan, pengakuan, dan implementasi dalam amal perbuatan. Keimanan yang sejati menuntut pemahaman mendalam tentang sifat-sifat Allah, kesadaran akan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan, serta bagaimana iman itu tercermin dalam perilaku dan ibadah sehari-hari.
Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang hakikat iman kepada Allah dengan merujuk pada ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, serta penjelasan para ulama terpercaya. Kita akan menjelajahi berbagai dimensi iman, mulai dari keimanan yang sederhana hingga ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi yang hanya bisa dicapai melalui penghayatan spiritual yang mendalam. Melalui pemahaman ini, diharapkan setiap Muslim dapat memperkuat keimanan mereka, mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan penuh keyakinan, dan menjadikan iman kepada Allah sebagai cahaya yang menerangi setiap langkah dalam kehidupan ini.
Apa Hakikat Iman Kepada Allah SWT?
Iman kepada Allah adalah keyakinan penuh tanpa keraguan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Mengatur segala sesuatu. Iman ini bukan hanya sekadar pengakuan di lisan, tetapi juga melibatkan keyakinan di hati dan diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari.
Dalil Al-Qur’an QS. Ash-Shura: 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
“Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. Ash-Shura: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, menunjukkan keunikan dan keesaan-Nya. Sebagai Tuhan yang Maha Mendengar dan Maha Melihat, Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dalil Hadis HR. Bukhari, no. 3191:
Rasulullah ﷺ bersabda:
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ
“Allah ada sebelum segala sesuatu, dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya.”
(HR. Bukhari, no. 3191)
Hadis ini menekankan bahwa Allah adalah yang pertama dan tidak ada yang menyamai-Nya. Ini menjadi landasan penting dalam memahami keesaan Allah yang mutlak.
Kalam Ulama Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali, Jilid 1, hal. 136:
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menulis:
فَإِنَّ مَعْنَى الْإِيمَانِ أَنْ يُصَدِّقَ الْإِنسَانُ بِقَلْبِهِ بِكُلِّ مَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ وَلَمْ يُصَدِّقْهُ إِلَّا لِيَقِينِهِ أَنَّهُ صِدْقٌ
“Sesungguhnya makna iman adalah bahwa seseorang membenarkan dalam hatinya segala yang dibawa oleh Nabi ﷺ dan tidak membenarkannya kecuali karena keyakinannya bahwa itu adalah kebenaran.”
(Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali, Jilid 1, hal. 136)
Apa Itu yang Dimaksud Beriman Kepada Allah?
Beriman kepada Allah berarti meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan membuktikannya dengan perbuatan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Ini berarti, iman bukan hanya sebatas keyakinan mental, tetapi harus terwujud dalam setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Keimanan yang benar akan mempengaruhi sikap, perilaku, dan keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalil Hadis HR. Bukhari, no. 52:
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ
“Iman itu adalah ucapan dan perbuatan, yang dapat bertambah dan berkurang.”
(HR. Bukhari, no. 52)
Hadis ini menunjukkan bahwa iman bukan hanya keyakinan di hati, tetapi juga harus diucapkan dan diwujudkan dalam amal perbuatan. Keimanan bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan.
Kalam Ulama Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi, Jilid 1, hal. 146:
Imam An-Nawawi dalam kitab Syarh Shahih Muslim menjelaskan:
الإيمان يَزِيد بالطاعات وَيَنْقُص بالمعاصي وَالْإِيمَان عِنْد أهل السّنة هُوَ الْإِيمَان بالْقلب وَالْإِقْرَار باللِّسَان وَالْعمل بالأركان
“Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Iman menurut Ahlus Sunnah adalah keyakinan dalam hati, pengakuan dengan lisan, dan pelaksanaan dengan anggota badan.”
(Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi, Jilid 1, hal. 146)
Apa Hakikat Iman, Islam, dan Ihsan?
Hakikat iman, Islam, dan ihsan merupakan tiga dimensi yang saling melengkapi dalam ajaran Islam. Iman adalah keyakinan dalam hati, Islam adalah penyerahan diri yang tercermin dalam perbuatan, sedangkan ihsan adalah kualitas spiritual tertinggi yang mengajarkan kita untuk beribadah seolah-olah melihat Allah.
Dalil Al-Qur’an QS. Muhammad: 33:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوٓاْ أَعْمَٰلَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan janganlah kamu merusak amal-amalmu.”
(QS. Muhammad: 33)
Ayat ini mengajarkan bahwa iman harus diwujudkan dalam bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menjaga amal-amal agar tidak menjadi sia-sia.
Dalil Hadis HR. Bukhari, no. 50 dan Muslim, no. 8:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ”
“Ihsan itu adalah beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
(HR. Bukhari, no. 50 dan Muslim, no. 8)
Hadis ini menjelaskan bahwa ihsan adalah tingkat tertinggi dalam beribadah, di mana seorang Muslim menyadari kehadiran Allah dalam setiap perbuatannya.
Kalam Ulama Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali, Jilid 1, hal. 100:
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menyebutkan:
الإيمان: هو التصديق بالله، والإسلام: هو الإقرار بالطاعات، والإحسان: هو مقام المراقبة
“Iman adalah keyakinan kepada Allah, Islam adalah pengakuan dalam ketaatan, dan ihsan adalah maqam pengawasan diri.”
(Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali, Jilid 1, hal. 100)
Iman Kepada Allah Mencakup 3 Hal Apa Saja?
Iman kepada Allah mencakup tiga hal utama: keyakinan (tashdiq), pengakuan (iqrar), dan amal perbuatan (amal). Tashdiq adalah keyakinan di dalam hati, iqrar adalah pengucapan dengan lisan, dan amal adalah pelaksanaan dalam perbuatan sehari-hari.
Dalil Al-Qur’an QS. At-Taghabun: 9:
وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ وَيَعْمَلْ صَٰلِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّـَٔاتِهِۦ وَيُدْخِلْهُ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭاۖ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.”
(QS. At-Taghabun: 9)
Ayat ini menunjukkan bahwa iman harus diiringi dengan amal saleh untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
Kalam Ulama Madarij As-Salikin, Ibnu Qayyim, Jilid 1, hal. 22:
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Madarij As-Salikin menjelaskan:
الإيمان قول باللسان وتصديق بالجنان وعمل بالأركان
“Iman adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dalam hati, dan pelaksanaan dengan anggota badan.”
(Madarij As-Salikin, Ibnu Qayyim, Jilid 1, hal. 22)
Apa Saja 3 Sifat Iman?
Ada tiga sifat iman yang sangat penting untuk diperhatikan: yakin, ikhlas, dan tawakkal.
- Yakin: Keyakinan penuh tanpa ragu kepada Allah dan ajaran-Nya.
Dalil Al-Qur’an:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
(QS. Al-Hujurat: 15) - Ikhlas: Segala amal perbuatan dilakukan semata-mata karena Allah, bukan karena riya atau tujuan duniawi.
Dalil Hadis:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“إِنَّمَا ٱلْأَعْمَالُ بِٱلنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ ٱمْرِئٍ مَا نَوَىٰ”
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya.”
(HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907) - Tawakkal: Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha dengan maksimal.
Dalil Al-Qur’an:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍۢ قَدْرًا
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS. At-Talaq: 3)
3 Apa Cabang Iman yang Paling Utama?
Menurut Hadis, cabang iman yang paling utama ada tiga: menjauhi hal-hal yang diharamkan, menjaga shalat, dan berbuat baik kepada sesama.
- Menjauhi yang Diharamkan: Ini adalah bentuk nyata dari ketaatan kepada Allah.
Dalil Al-Qur’an:
قُلْ إِنَّ رَبِّى حَرَّمَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَٰنًۭا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.'”
(QS. Al-A’raf: 33) - Menjaga Shalat: Shalat adalah tiang agama, dan menjaga shalat berarti menjaga keimanan.
Dalil Hadis:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ”
“Pokok urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat.”
(HR. Tirmidzi, no. 2616) - Berbuat Baik kepada Sesama: Ini adalah manifestasi dari rahmat Allah dalam kehidupan manusia.
Dalil Hadis HR. Tirmidzi, no. 1162:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“إِنَّ مِنْ أَكْمَلِ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا”
“Sesungguhnya orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Tirmidzi, no. 1162)
Kesimpulan
Hakikat iman kepada Allah bukan hanya sekadar pengakuan verbal, tetapi mencakup keyakinan mendalam, pengakuan lisan, dan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami dan mengamalkan hakikat iman, Islam, dan ihsan, seorang Muslim dapat mencapai derajat keimanan yang sempurna dan mendapatkan ridha Allah. Marilah kita terus memperdalam iman kita, dengan selalu berusaha untuk menjauhi yang haram, menjaga shalat, dan berbuat baik kepada sesama.
Referensi :